Ketika aku jatuh, ketika aku lemah, aku tak mengetahui dari mana aku dapat tenaga untuk bangkit. Saat aku terpuruk, hatiku remuk, aku tak mengerti bagaimana aku dapat bertahan. Ada kalanya masalah besar menerpa, kumerasa putus asa, dan aku tak tahu bagaimana aku bisa menangani. Di suatu saat kedukaan melingkupiku, aku merasa rapuh, namun ada kekuatan yang membuat aku tegar. Aku merasa heran dengan apa yang terjadi padaku. Pada saat sulit aku tak tahu siapa yang membuat aku kuat. Aku tak mengetahui siapa yang menolongku. Apakah temanku? Apakah sanak saudaraku? Atau orang tuaku? Tidak mungkin, saat itu mereka juga sama denganku. Lalu siapa?
Seiring berjalannya waktu aku mempelajari sesuatu. Tentang sebuah hal yang mengherankan. Tentang sesuatu yang menguatkan. Tentang sebuah proses. Kedewasaan mendidikku menjadi pribadi yang ingin tahu. Aku mencari segala sesuatu yang tak ku ketahui. Seolah-olah seseorang mendorongku di saat aku butuh dorongan. Ada sebuah kasih yang menguatkan ketika orang-orang di sekitarku tak member dukungan. Apakah itu?
Suatu kali aku hampir terjatuh pada lobang kesalahan, namun ada tangan yang menggenggam tanganku erat sehingga aku aman. Namun, sering kali aku tak berkata ‘terima kasih’ atas bantuan itu. Namun, kasih itu tak pamrih dan selalu melindungiku. Setiap hari dan setiap waktu, kasih itu tak pernah meninggalkan aku sendiri. Kasih itu selalu menggandengku sehingga aku terhindar dari bahaya.
Hatiku semakin rindu untuk mengetahu siapa kasih itu. Mengapa dia terlalu tulus menjagaku. Mengapa tak sedikitpun ia meminta sesuatu dariku untuk imbalannya? Dan berbagai pertanyaan lain memenuhi otakku. Dan tiba-tiba terdengar suara yang memanggilku, dia berkata: “Hai anakku, mengapa kau mempersoalkan keberadaanku?”. Aku tak mengerti, aku merasa malu karena tak mengerti, aku tak mengetahui juru selamatku selama ini. Dan suara itu terdengar lagi: “Tak usah engkau kuatir, Aku ini Bapamu, Aku akan setia menjaga engkau.” Bapaku? Selama ini Diakah yang memeri penghiburan pada ku jika aku membutuhkannya? Untuk yang kesekian kalinya Bapaku berkata: ”Aku tak akan meninggalkan engkau, karena aku tinggal di hatimu.”
Biarkanlah aku menyembah Engkau Bapa. Kurasakan begitu banyak kerinduan atasMu Bapa. Bagaimana Bapa agar aku dapat menyenangkan hatiMu, mempermuliakanMu. Aku ini orang yang lemah, aku ini orang yang kecil, dunia tak mungkin dapat merasakan kehadiranku, Bapa. Lalu Ia berkata lagi: “Aku tak membutuhkan harta, Aku tak membutuhkan jabatan yang tinggi, Aku tak butuh apapun yang kau pikirkan, anakKu. Namun satu yang Aku butuh dari dirimu, yaitu kemurahan hatimu, sama seperti Aku yang murah hati,” kemurahan hati? Aku terlalu kecil untuk mengerti segala sesuatu tentangMu, Bapa. Kau terlalu heran untuk aku pikirkan. Engkau terlalu mulia untuk aku sembah. Engkau terlalu heran untuk aku mengerti, dan aku terlalu hina untuk memanggilMu, Bapa.
“Kemarilah anakKu, bukalah hatimu untuk Aku. Maka Aku akan masuk di hatimu. Aku sendiri yang akan mengajarimu bagaimana mengenal Aku. Aku sendiri yang akan melayakkanMu masuk di hadiratKu, karena kamu sudah diampuni seiring kematianKu di kayu salib. Aku sendiri yang akan menyertai perjalanan hidupMu sampai engkau tiba di KerajaanKu. Asal engkau mempersilahkan aku masuk di hatimu untuk memperbaiki keadaanmu saat ini.”
Iya Bapa aku membuka hatiku, masuklah di dalamnya. Tinggallah di hatiku, sehingga aku tahu Engkau selalu bersamaku. Engkaulah Bapaku yang hebat, sungguh luar biasa Engkau Bapa. Aku mau mengikuti jalan kasihMu Bapa. Karena aku ada sebagaimana Engkau ada. Aku yakin Bapa engkau selalu menolongku. Ya, Bapa, sesungguhnya aku rindu beserta Engkau. Ijinkan aku berjalan denganMu.
Seiring berjalannya waktu aku mempelajari sesuatu. Tentang sebuah hal yang mengherankan. Tentang sesuatu yang menguatkan. Tentang sebuah proses. Kedewasaan mendidikku menjadi pribadi yang ingin tahu. Aku mencari segala sesuatu yang tak ku ketahui. Seolah-olah seseorang mendorongku di saat aku butuh dorongan. Ada sebuah kasih yang menguatkan ketika orang-orang di sekitarku tak member dukungan. Apakah itu?
Suatu kali aku hampir terjatuh pada lobang kesalahan, namun ada tangan yang menggenggam tanganku erat sehingga aku aman. Namun, sering kali aku tak berkata ‘terima kasih’ atas bantuan itu. Namun, kasih itu tak pamrih dan selalu melindungiku. Setiap hari dan setiap waktu, kasih itu tak pernah meninggalkan aku sendiri. Kasih itu selalu menggandengku sehingga aku terhindar dari bahaya.
Hatiku semakin rindu untuk mengetahu siapa kasih itu. Mengapa dia terlalu tulus menjagaku. Mengapa tak sedikitpun ia meminta sesuatu dariku untuk imbalannya? Dan berbagai pertanyaan lain memenuhi otakku. Dan tiba-tiba terdengar suara yang memanggilku, dia berkata: “Hai anakku, mengapa kau mempersoalkan keberadaanku?”. Aku tak mengerti, aku merasa malu karena tak mengerti, aku tak mengetahui juru selamatku selama ini. Dan suara itu terdengar lagi: “Tak usah engkau kuatir, Aku ini Bapamu, Aku akan setia menjaga engkau.” Bapaku? Selama ini Diakah yang memeri penghiburan pada ku jika aku membutuhkannya? Untuk yang kesekian kalinya Bapaku berkata: ”Aku tak akan meninggalkan engkau, karena aku tinggal di hatimu.”
Biarkanlah aku menyembah Engkau Bapa. Kurasakan begitu banyak kerinduan atasMu Bapa. Bagaimana Bapa agar aku dapat menyenangkan hatiMu, mempermuliakanMu. Aku ini orang yang lemah, aku ini orang yang kecil, dunia tak mungkin dapat merasakan kehadiranku, Bapa. Lalu Ia berkata lagi: “Aku tak membutuhkan harta, Aku tak membutuhkan jabatan yang tinggi, Aku tak butuh apapun yang kau pikirkan, anakKu. Namun satu yang Aku butuh dari dirimu, yaitu kemurahan hatimu, sama seperti Aku yang murah hati,” kemurahan hati? Aku terlalu kecil untuk mengerti segala sesuatu tentangMu, Bapa. Kau terlalu heran untuk aku pikirkan. Engkau terlalu mulia untuk aku sembah. Engkau terlalu heran untuk aku mengerti, dan aku terlalu hina untuk memanggilMu, Bapa.
“Kemarilah anakKu, bukalah hatimu untuk Aku. Maka Aku akan masuk di hatimu. Aku sendiri yang akan mengajarimu bagaimana mengenal Aku. Aku sendiri yang akan melayakkanMu masuk di hadiratKu, karena kamu sudah diampuni seiring kematianKu di kayu salib. Aku sendiri yang akan menyertai perjalanan hidupMu sampai engkau tiba di KerajaanKu. Asal engkau mempersilahkan aku masuk di hatimu untuk memperbaiki keadaanmu saat ini.”
Iya Bapa aku membuka hatiku, masuklah di dalamnya. Tinggallah di hatiku, sehingga aku tahu Engkau selalu bersamaku. Engkaulah Bapaku yang hebat, sungguh luar biasa Engkau Bapa. Aku mau mengikuti jalan kasihMu Bapa. Karena aku ada sebagaimana Engkau ada. Aku yakin Bapa engkau selalu menolongku. Ya, Bapa, sesungguhnya aku rindu beserta Engkau. Ijinkan aku berjalan denganMu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar